Monday 8 September 2014

Dunia Tak Akan Pernah Tahu


cerpen terbaru, selamat menikmati ^^

Hujan mengalir deras, suara angin kencang dan kilatan petir yang menyambar-nyambar menambah keruh batin Nirwana, ibu berusia 45 tahun. Ia kembali meraih ponselnya, dan mencoba sekali lagi menghubungi anak gadisnya yang masih belum pulang dari sekolah. Berharap anaknya memberi tahu keberadaannya sekarang agar hati Nirwana lebih tenang. Namun, telepon Nirwana lagi-lagi tidak diangkat. Anak gadisnya yang bernama Khaila, seolah mengacuhkan panggilan darinya.
Ya Allah... ke mana anak itu pergi? Selamatkanlah dia ya Allah. Batinnya khawatir.
Ia kembali modar-mandir, resah. Kemudian berjalan menuju jendela, ditatapnya bingkai jendela sembari menanti kedatangan anaknya. Namun, tak ada tanda-tanda kedatangan anaknya.
Beberapa menit berlalu. Terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Nirwana kembali melongok jendela. Seorang laki-laki memakai mantel membonceng anaknya. Anaknya basah kuyup kehujanan, masih memakai pakaian SMA. Sudah kuyup pun, anaknya belum masuk rumah. Ia masih menatap lelaki itu, bersenda gurau, lalu menyalami laki-laki itu layaknya seorang istri pada suami. Laki-laki itu pun kemudian turun dari motornya dan  mencium kening Khaila.
Nirwana tersentak. Adegan macam apa ini? pekiknya dalam hati. Dia kah laki-laki yang sekarang membuat anakku mabuk kepayang? dia kah laki-laki yang membuat anakku berani membangkang? Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Batinnya teriris, ibu nirwana lunglai.
Selang beberapa menit, anaknya masuk.
“Assalamualaikum,” ucap khaila, gadis berumur 16 tahun yang merupakan anak semata wayang Nirwana.
“Habis dari mana kamu?” Nirwana geram. Ia menahan amarah. Khaila tak menjawab malah melongos pergi. Nirwana tidak diam saja. ia menghampiri anaknya. Ia merasa harus memberi nasehat pada anaknya agar anaknya sadar bahwa perbuatannya salah.
“Ditanya malah diam saja! Habis dari mana kamu? Pulang sekolah bukannya pulang ke rumah malah main sama laki-laki!” bentaknya.
Tak habis di situ, Nirwana mendekat dengan wajah garang. “Terus apa-apaan kamu tadi di depan rumah? Kayak perempuan yang engga punya adab!!”
Nirwana benar-benar tidak mampu menahan amarah. Ia kecewa dengan kelakuan anaknya hari ini. ia marah, ia jengkel. Belum lagi kelakukannya kemarin yang membuatnya geram. Ditambah pembangkangan Khaila dan kejadian yang baru saja terjadi membuat ia benar-benar terpukul. Sebagai seorang ibu, ia merasa sangat bertanggung jawab dan cemas  atas perilaku Khaila sekarang.
Khaila terdiam. Dia tidak membantah sepatah kata pun. Dalam hati, ia mengakui kesalahannya. Namun, sikap egonya membuat dia tidak mau berada di posisi salah. Ia merasa benar, ia merasa bahwa apa yang dilakukannya wajar dilakukan sepasang kekasih.
“Pulang sama laki-laki, pake acara ciuman. Kamu itu perempuan! Belum menikah! Tidak seharusnya melakukan hal seperti itu! dia itu bukan suamimu!”
Khaila masih terdiam, bukannya merasa bersalah justru malah kesal.
“Pacaran pake acara begituan. Mau jadi perempuan macam apa kamu?  Inget, pacar itu calon mantan! Sekarang ibu tanya, udah pernah ngapain aja kamu sama dia?!” bentak ibunya lagi.
“Aku tuh kehujanan mah, masih mending ada yang mau nganterin aku pulang!” bentak Khaila kemudian. Nirwana tersentak.
“Harusnya mamah tuh khawatir sama Khai. Ini malah marah-marah!” Cerocos Khaila pelan. “Kalau mau ngomong engga usah marah-marah! Biasa aja!” tambah anaknya.
Nirwana semakin geram. “Berani kamu membantah Mamah?! Kamu pikir kelakuan kamu tadi bagus?”
“Mah, ini tuh udah 2014. Bukan jaman jadul kayak jaman mamah lagi! di luar sana banyak yang kelakuannya lebih parah dari Khai, tapi mamahnya engga marah-marah kayak....”
PLAAKK!!
Sebuah tamparan melayang ke pipi Khaila. Nirwana tak tahan dengan sikap pembangkang anaknya. Khaila tersentak, ia menangis tersedu-sedu merasa didzolimi oleh ibunya sendiri.
***
Seharian Khaila  diam, tidak mau bicara sepatah katapun pada ibu ataupun ayahnya. Ia sebal dengan sikap ibunya yang dirasanya sudah sangat kasar.
Nirwana pun sebenarnya merasa sangat bersalah pada anaknya. Berlaku kasar dengan menampar anaknya seperti kemarin sore bukanlah gayanya dalam mendidik anak. Hanya saja saat itu dia terbawa emosi. Makanya seharian ini ia berusaha membaik-baiki anaknya. Dia menawari makanan yang paling disukai Khaila, mengajak Khaila jalan-jalan, bahkan mengajak Khaila belanja pun, Khaila tetap menolak. Khaila bersikukuh dengan rasa marah dan kesal pada ibunya. Sepulang sekolah, Khaila mengunci diri di kamar.
“Khai,” panggil ibunya dari balik pintu. “Maaf kan mamah ya, Nak. Mamah sudah bersikap kasar.” Ucap Nirwana terbata.
“Mamah mungkin salah dengan bersikap kasar. Tapi, mamah tidak akan bersikap begitu kalau kamu tidak melakukan hal yang salah. Mamah tahu, ini bukan jaman mamah. Tapi, Nak, bukan jaman yang memberi kita aturan untuk menjaga harga diri sebagai perempuan.” Ucapnya berkaca-kaca. Ia berharap anaknya mengerti.
Kemudian Khaila membuka pintu. Tanpa basa-basi pada ibunya, Khaila tergesa keluar dari kamar dengan membawa ransel besar di pundaknya.
“Mamah engga ngerti aku! Khai benci mamah!” Pekik Khaila sesampainya di muka pintu rumah. Dia pun berlari. Tanpa diduga, di luar sana laki-laki itu sudah menunggunya.
Nirwana berlari mengejar. Namun, terlambat. Khaila sudah lebih dulu melaju bersama deru motor yang semakin menjauh.
Rasa takut pun menggeliat, merasuk ke dalam hati Ibu Nirwana.
***
Khaila dulu tidak seperti itu. sebelummya dia adalah anak yang penurut. Tidak pernah berkata kasar apalagi membangkang. Sejak memasuki SMA, sikapnya perlahan berubah semenjak mulai memasuki masa puber. Dia seperti menemukan dunianya sendiri.  
Berbeda dengan dulu, Sekarang mainannya gadget, Facebook dan Twitter sudah menjadi buku diary-nya, dan  ponsel menjadi teman sejawatnya. Berbeda ketika dia masih memegang BP-BP-an, pasir, atau bermain tali di depan rumah. Dia masih sangat penurut, mamah dan papah adalah orang nomor satu yang ia percaya. Tapi, sekarang yang paling ia puja adalah orang lain yang bahkan belum bisa mengenal dirinya lebih dalam.
Khaila mungkin telah salah. Tapi, Nirwana tetaplah seorang ibu. Tak ada satu ibu pun yang akan merelakan anaknya salah jalan.
Sudah tiga hari berlalu semenjak kepergian Khaila dari rumah. Nirwana sudah hampir kehabisan cara untuk menemukan di mana Khaila berada. Sampai akhirnya ibu riana memutuskan untuk menguhubungi polisi.
Selebaran berisi orang hilang telah disebar. Beberapa ditempel di tiang, di pagar, bahkan di dinding pertokoan. Hasilnya nihil, Ibu Nirwana kembali harus mengurut dada.
Batinnya teriris, jutaan kelu menggores relung hatinya. Ia tidak habis pikir, pelajaran apa yang telah ia berikan pada anaknya sehingga anaknya senekat ini? kesalahan apa dalam pengajarannya yang telah membuat anaknya berbuat sedemikian berani, kabur dari rumah dan pergi bersama laki-laki?  Jauh dari dalam hatinya, ia menyesali diri, ia menekuri apa yang telah terjadi. Sekarang ia hanya bisa berharap semoga tidak ada hal buruk yang terjadi pada anak semata wayangnya yang sangat ia cintai.
Hampir sebulan berlalu, tanpa dipinta anaknya tiba-tiba datang sendiri. dia diantar oleh seorang lelaki paruh baya yang mengaku menemukan Khaila sedang berjalan di pinggir sungai seperti orang bingung. Khaila tidak membawa apapun, bahkan sebuah ransel yang dulu digendongnya pergi. Wajahnya pucat, badannya kuyu. Tanpa pikir panjang, ibunya menangis haru, mendekap anaknya penuh suka cita.
Khaila pun menangis di bahu ibunya.
“Maafkan Khaila, Mah. Maafkan Khaila, Khaila salah... Khaila salah...” ucap Khaila terbata.
Nirwana lega akhirnya anaknya mengakui kesalahannya. Namun, Batin Nirwana bertanya-tanya, apa yang sudah terjadi sampai anaknya kabur dan kembali dengan keadaan seperti ini? Apakah hal buruk menimpa anaknya? Apakah laki-laki itu berbuat hal-hal yang tidak-tidak pada anaknya?
“Kau selama ini ke mana, Nak? Mamah mencarimu, Mamah kebingungan mencarimu.” Isak Nirwana.
Mendengar hal itu, Khaila semakin merasa bersalah. Ia semakin menyesal dengan keputusannya saat itu untuk meninggalkan rumah bersama laki-laki yang dicintainya. Ia pergi meninggalkan keluarga yang begitu mencintainya bersama orang yang bahkan tidak mengetahui rasa cinta.
Ia hanya dimanfaatkan. Hanya diberi janji palsu dan sebuah omong kosong mengenai kesetiaan. Setelah  ia memberikan hal yang sangat ia jaga, kini ia dicampakkan. Dia dibuang layaknya sampah. Dibuang kepada orang-orang yang tak memiliki hati, dibagi-bagi, dinodai.
Air mata Khaila semakin deras mengalir. Ia begitu frustasi, mengingat kejadian kemarin yang telah berlalu. Ia sungguh tidak kuat, batinnya seakan terus memberontak. Rasa bersalah yang terus melingkupi hatinya membuat ia semakin terluka. Ia ingin melawan, ia sungguh ingin melawan saat itu. Namun ia tak berdaya. Kini Ia marah, ia kesal, ia membenci dirinya sendiri. Sekarang hanya tersisa penyesalan dan rasa sakit di hatinya.
Tiba-tiba Khaila menjerit-jerit. Ia seperti orang ketakutan layaknya orang dikejar setan. ia kemudian berteriak, teriakan serupa melolong. Ia meracau. Terus menerus meminta maaf dan berkata-kata yang tidak jelas. Ia kembali menjerit-jerit. Tentu saja, hal itu membuat ibunya panik dan takut.
Air mata Nirwana masih mengalir di pipi. Ia peluk anaknya kuat-kuat walau anaknya meronta layaknya orang gila.
“Kenapa Nak? Kamu kenapa? katakan pada ibu!” ucap ibunya sambil mengusap poni dan mengapus air mata Khaila. Rasa gundah menyelusup ke dalam hati Nirwana, perih. Apa gerangan yang sudah terjadi?
“Katakan pada Mamah, Nak. Apa yang sudah terjadi?” Nirwana mencoba menghentikan erangan Khaila.
“Jangan takut, sayang. Jangan takut. Ceritakan pada Mamah. tidak akan ada yang tahu. Dunia pun tidak akan  pernah tahu, ini hanya rahasia kita berdua saja. Jangan takut, Nak. Mamah bersamamu.” Bisik Ibu Nirwana ke telinga anaknya. Dan perlahan, jerit tangis Khaila pun berhenti.



BIODATA PENULIS


Nama                           : Iif Rifda Zazilah
Tempat/tanggal lahir   : Ligung, 12 April 1992
Alamat                                    : Blok Leuwi Mukti RT 004 RW 005 Desa Ligung Kecamatan Ligung Kabupaten Majalengka 45456
Pekerjaan                     : Mahasiswa semester 6 jurusan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan Universitas Majalengka
Email                           : iifz9135@gmail.com
Hp                               : 085721974271
Karya yang pernah dipublikasikan : Perisai Asmara (elex Media, 2012), Lalu Biar Diam Menjadi Teman (Elex Media, 2013), Bad Romance (Stilettobook, 2013)



No comments:

Post a Comment